Contoh Makalah Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia | MSDM | Motivasi dan Kepuasan Kerja | Human Resource Management
1.1
Latar
Belakang
Karyawan merupakan aset perusahaan yang sangat
berharga yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan agar dapat memberikan
kontribusi yang optimal. Salah satu hal yang harus menjadi perhatian utama
perusahaan adalah kepuasan kerja para karyawannya, karena karyawan yang dalam
bekerja mereka tidak merasakan kenyamanan, kurang dihargai, tidak bisa
mengembangkan segala potensi yang mereka miliki, maka secara otomatis karyawan
tidak dapat fokus dan berkonsentrasi secara penuh terhadap pekerjaannya.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem
nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Demikian
pula sebaliknya, semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang tidak sesuai
dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin rendah tingkat
kepuasan yang didapat. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan dengan bagaimana para pekerja memandang pekerjaan mereka.
Aspek–aspek yang dapat membentuk kepuasan kerja karyawan antara lain : faktor
individual (umur, jenis kelamin, sikap pribadi terhadap pekerjaan), faktor
hubungan antar karyawan (hubungan antar manajer dan karyawan, hubungan sosial
antara sesama karyawan, sugesti dari teman sekerja, faktor fisik dan kondisi
tempat kerja, emosi dan situasi kerja) faktor eksternal (keadaan keluarga,
rekreasi, pendidikan). Aspek tersebut memberikan motivasi agar kepuasan kerja
tercapai bagi karyawan. Dan yang berkewajiban memenuhi tercapainya kepuasan
kerja tersebut adalah setiap pimpinan perusahaan, karena kepuasan kerja
merupakan faktor yang diyakini dapat memotivasi semangat kerja karyawan agar
karyawan dapat memberikan hasil yang terbaik bagi perusahaan sehingga kinerja
perusahaan dapat ditingkatkan.
Dalam pembahasan tentang perilaku
individu, konsep yang paling banyak mendapat perhatian dari pakar ilmu
organisasional adalah motivasi. Dengan memandang sekilasberbagai organisasi
maka kita akan dapat melihat bahwa beberapa orang tertentu bekerja lebih keras
daripada yang lain. Seseorang yang memilki kemampuan istimewa mungkin
prestasinya dikalahkan oleh orang lain yang sesungguhnya kurang berbakat. Nah,
mengapa orang – orang menampilkan tingkat usaha yang berbeda dalam kegiatan
yang berbeda ? mengapa orang – orang tertentu nampak memiliki motivasi yang
tinggi sementara yang lain tidak ? pertanyaan – pertanyaan iniliah yang akan
dijawab dalam makalah ini. Hal ini pulalah penulis sangat tertarik untuk
mengambil makalah dengan judul “Motivasi dan Kepuasan Kerja”.
1.2
Rumusan
Makalah
Berdasarkan
uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1.
Apa
saja teori motivasi dan kepuasan kerja ?
2.
Bagaimana
cara mengukur kepuasan kerja ?
3.
Bagaimana
cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasan ?
1.3
Tujuan
Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Menyelesaikan
tugas mata kuliah dengan judul Motivasi dan Kepuasan Kerja.
2.
Menjelaskan
pengertian motivasi dan kepuasan kerja.
3.
Menjelaskan
aspek – aspek kepuasan kerja.
4.
Memahami
beberapa teori motivasi.
5. Mengidentifikasi pengukuran
kepuasan kerja.
BAB II
2.1 Pengertian Motivasi
Salah
satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya perangsang)
kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja
kepada pegawai dengan memanfaatkan pegawai yang memberi manfaat kepada
perusahaan. Maksud manfaat disini adalah tercapainya tujuan perusahaan. Ini
berarti bahwa setiap pegawai yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam
perusahaan, diusahakan oleh pemimpin agar kemungkinan itu menjadi kenyataan.
Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan
motivasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku pegawai untuk bekerja
atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang sederhana dari motivasi.
Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada pegawai yang
bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya.
Motivasi
berasal dari kata Latin movere (Hasibuan,2003) yang berarti dorongan atau
gerakkan. Sedangkan motif merupakan suatu perangsang keinginan dan daya
penggerak kemauan bekerja seseorang. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif
berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut
G.R. Terry, dalam Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginnan
yang trdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan.
Motivasi
menurut Robbins S.P.(2006) merupakan proses yang ikut menentukan intensitas,
arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran.
Dari
beberapa pengertian di atas, maka motivasi itu dapat dilihat dari dua segi yang
berbeda, namun merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yakni:
Pertama, dilihat dari segi dinamikan individu, motivasi dilihat sebagai suatu
usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan daya serta
potensi sumberdaya manusia dari suatu organisasi, agar secara produktif
berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kedua, dilihat dari segi statis, motivasi dilihat sebagai kebutuhan sekaligus
juga sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan
potensi dan daya kerja manusia kearah yang diinginkan.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental
yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
ataupun mengurangi ketidakseimbangan.
Jadi motivasi, baik bagi seorang pimpinan organisasi ataupun bagi individu sebagai anggota organisasi, mencakup kerja keras agar setiap kegiatan dapat terselesaikan secaa efektif, kemudian mempertahankan kondisi kerja keras tersebut agar dalam setiap kondisi organisasi anggota tetap memiliki motivasi yang kuat dalam bekerja, serta tercapainya setiap sasaran dan tujuan yang sudah ditetapkan.
Jadi motivasi, baik bagi seorang pimpinan organisasi ataupun bagi individu sebagai anggota organisasi, mencakup kerja keras agar setiap kegiatan dapat terselesaikan secaa efektif, kemudian mempertahankan kondisi kerja keras tersebut agar dalam setiap kondisi organisasi anggota tetap memiliki motivasi yang kuat dalam bekerja, serta tercapainya setiap sasaran dan tujuan yang sudah ditetapkan.
2.2 Pendekatan Motivasi
1.
Pendekatan
Tradisional
Pendekatan ini selalu dikaitkan
dengan Frederick Taylor dan manajemen ilmiah. Menurut pendekatan ini motivasi
seseorang didorong oleh keinginannya untuk memperoleh gaji/uang. Manajer
menentukan cara yang paling efisien untuk melakukan pekerjaan berulang dan
memotivasi karyawan dengan sistem intensif upah. Manajer dianggap lebih tahu
dari karyawan, karyawan pada umumnya malas bekerja, tetapi dengan didorong
intensif upah, karyawan mau bekerja.
2.
Pendekatan
Hubungan Manusia (Human Relation)
Pendekatan ini sering kali
dihubungkan dengan Elton Mayo dan para peneliti lain yang sezaman. Menyatakan
bahwa kebosanan dan pengulangan berbagai tugas merupakan faktor yang menurunkan
motivasi. Manajer dapat memotivasi karyawan dengan memberikan kebutuhan sosial
serta dengan membuat mereka merasa bermanfaat dan penting, misalnya pertemuan
pengajian, kegiatan arisan.
3.
Pendekatan Human
Resource Management
Pendekatan ini sering kali
dihubungkan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa kepentingan karyawan
harus diperhitungkan, dengan kata lain tanggung jawab terhadap perkerjaan,
penyelesaian pekerjaan, dan prestasi kerja merupakan sumber motivasi penting
yang haus diperhitungkan untuk mendorong karyawan.
2.3 Teori Motivasi
1.
Teori-teori motivasi pada Zaman
Dahulu
Tiga
teori khusus dirumuskan selama periode ini, yang meskipun diserang
habis-habisan dan diragukan validitasnya, mungkin masih merupakan penjelasan-penjelasan mengenai motivasi karyawan yang paling terkenal.
Berikut ini adalah tiga teori motivasi pada zaman dahulu.
a.
Hierarki
Teori Kebutuhan. Teori motivasi yang paling terkenal adalah hieraki kebutuhan
milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat
hierarki dari lima kebutuhan, yaitu:
1.
Fisiologis, meliputi rasa lapar, haus,
berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya
2.
Rasa aman. Meliputi rasa ingin dilindingu
dari bahaya fisik dan emosional
3.
Social, meliputi rsa kasih sayang,
kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan
4.
Penghargaan, meliputi faktor-faktor
penghargaan internal sepertihormat diri, otonomi, dan pencapaian, dan
faktor-faktor penghargaaneksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian
5.
aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi
seseorang sesuaikecakapannya, meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi
seseorang,dan pemenuhan diri sendiri dari sudut motivasi, teori tersebut
mengatakan bahwa meskipun tidak adakebutuhan yang benar-benar dipenuhi, sebuah
kebutuhan yang padadasarnya telah dipenuhi tidak lagi memotivasi. Jadi, bila
ingin memotivasiseseorang, menurut Maslow, Anda harus memahami tingkat hierarki
dimana orang tersebut berada saat ini dan focus untuk
memenuhikebutuhan-kebutuhan di atau di atas tingkat tersebut.
b.
Teori
X dan Teori Y. Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai
manusia. Pandangan pertama pada dasarnya negative, disebut teori X, dan yang
kedua pada dasarnya positif, disebut teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung
membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah:
1.
Karyawan
pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisamungkin berusaha untuk
menghindarinya-
2.
Karena
karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa,dikendalikan, atau diancam
dengan hukuman untuk mencapai tujuan
3.
Karyawan
akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintahformal bila mungkin-
4.
Sebagian
karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lainterkait pekerjaan dan
menunjukkan sedikit ambisi.
Sedangkan, Teori Y juga memiliki
empat asumsi positif, yaitu:-
1.
Karyawan
menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, sepertihalnya istirahat atau
bermain
2.
Karyawan
akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untukmencapai berbagai tujuan
3.
Karyawan
bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari, tanggung jawab
4.
Karyawan
mampu membuat berbagai keputusan inovatif yangdiedarkan ke seluruh populasi,
dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen
c.
Teori
Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick
Herzberg. Dengan keyakinan bahwa hubungan seorang individu
dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan,
Herzberg menyelidiki pertanyaan tersebut, “Apa yang diinginkan individu dari
pekerjaan-pekerjaan mereka?” Ia meminta individu untuk mendeskripsikan,
secara mendetail, situasi-situasi dimana mereka merasa luar biasa baik atau
buruk dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Respons-respons ini kemudian ditabulasi
dan dikategorikan.
2.
Teori-teori Motivasi Kontemporer
Teori-teori
sebelumnya memang terkenal, namun tidak menunjukkan hasilyang baik setelah
pemeriksaan menyeluruh. Berikut ini adalah teori-teori kontemporer, di mana
teori-teori berikut menggambarkan kondisi pemikiransaat ini dalam menjelaskan
motivasi karyawan.
a.
Teori
Kebutuhan McClelland. Teori yang menyatakan bahwa pencapaian, kekuatan, dan
hubungan adalah tiga kebutuhan penting yang membantu menjelaskan motivasi.Teori
ini dikembangkan oleh David McClelland, yang didefiniskan berikut ini.
-
Kebutuhan pencapaian:
dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk
berhasil
-
Kebutuhan kekuatan:
kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga
mereka tidak akan berperilaku sebaliknya
-
Kebutuhan hubungan: keinginan
untuk menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan akrab
b.
Teori
Evaluasi Kognitif. Teori ini menjelaskan bahwa pengenalan penghargaan
ekstrinsik, sepertiimbalan kerja, untuk usaha kerja yang sebelumnya memuaskan
secara intrinsic karena kesenangan yang berhubungan dengan isi dari pekerjaan
itu sendiri cenderung menurunkan seluruh motivasi. Perkembangan teori evaluasi
koginitif baru-baru ini adalah indeks diri ,yang mempertimbangkan tingkat
sampai mana alasan-alasan seseorang untuk mengejar suatu
tujuan konsisten dengan minat dan nilai-nilai intimereka.
Sebagai contoh, apabila para individu mengejar tujuan-tujuan karena minat
intrinsic, cenderung mencapai tujuan-tujuan mereka dan merasa senang meskipun
mereka tidak mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c.
Teori
Penentuan Tujuan. Teori bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit dengan
umpan balik,menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Teori ini mengisyaratkan
bahwaseorang individu berkomitmen pada tujuan tersebut, yang berarti, seorang
individu memutuskan untuk tidak merendahkan atau megabaikan tujuan tersebut.
d.
Teori
Efektivitas Diri. Teori ini merujuk pada keyakinan seorang individu bahwa ia
mampu mengerjakan suatu tugas. Semakin tinggi efektifitas diri Anda, semakin
tinggi rasa percaya diri yang Anda miliki dalam kemampuan Anda
untuk berhasil dalam suatu tugas. Selain itu, individu yang mempunyai
efektivitas diri yang tinggi tampaknya merespons umpan balik negative dengan
usaha dan motivasi yang lebih tinggi.
e.
Teori
Penguatan. Teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari
konsekuensi-konsekuensinya. Dalam teori ini, kita mempunyai sebuah
pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan memengaruhi perilaku.
Teori ini mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apayan
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
f.
Teori
Keadilan. Teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan
hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang
lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan. Selain itu,
adalah penting untuk memerhatikan bahwa ketika sebagian
besar penelitian tentang teori keadilan berfokus pada imbalan kerja, karyawan
tampaknya mencari keadilan dalam distrivusi penghargaan organisasional yang
lain.
g.
Teori
Harapan. Teori harapan dari Victor Vroom menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung padakekuatan dari
suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada
daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.Teori ini berfokus pada
tiga hubungan, yaitu:
1.
Hubungan
usaha Kinerja
2.
Hubungan
kinerja Penghargaan
3.
Hubungan
penghargaan tujuan-tujuan pribadi
Teori harapan
membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam
pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukanusaha minimum untuk mencapai
sesuatu.
2.4 Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, situasi kerja
dan hubungan dengan rekan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan
sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka dapat
berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Menurut Handoko(2000:193)
”Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan bagaimana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Banyak
faktor yang dapat menjadi penentu bagi kepuasan pegawai, salah satunya adalah
pekerjaan itu sendiri. Hackman dan Oldham menguraikan yang dikutip Robbins
(2001:447), inti dari pekerjaan adalah sebagai berikut :
1.
Skill Varienty Semakin banyak variasi tugas
yang dilakukan oleh pegawai dalam pekerjaannya, semakin menantang pekerjaan
bagi mereka.
2.
Task Identity Sejauh mana pekerjaan menuntut
diselesaikannya suatu pekerjaan yang utuh dan dapat dikenali.
3.
Task Significane Sejauh apa dampak pekerjaan yang
dilakukan dapat mempengaruhi pekerjaan atau bahkan kehidupan orang lain. Hal
ini akan membawa dampak penghargaan psikologis.
4.
Autonomy Sejauh mana pekerjaan memberi
kebebasan , ketidakketergantungan, dan keleluasaan untuk memngatur jadwal
pekerjaannya, membuat keputusan dan menentukan prosedur pekerjaan yang dipakai.
5.
Feedback Sejauh mana pelaksanaan kegiatan
pekerjaan menghasilakan informasi bagi individu mengenai keefektifan
kinerjanya. Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh tanggapan terhadap nilai
intrinsic dan extrinsic reward. Yang dimaksud dengan nilai intrinsic reward
yaitu timbulnya suatu perasaan dalam diri pegawai karena pekerjaan yang
dilakukan. Yang termasuk dalam extrinsic reward adalah perasaan suka akan
pekerjaannya, rasa tanggung jawab, tantangan dan pengakuan. Extrinsic reward
adalah situasi yang terjadi diluar pekerjaan, misalnya karena bekerja dengan
baik sesuai dengan apa yang diharapka oleh perusahaan, maka pegawai mendapatkan
upah, gaji, dan bonus.
2.5 Teori Kepuasan Kerja
Teori
kepuasan kerja akan dikemukakan enam orientasi umum terhadap kepuasan kerja,
yang kesemuanya mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap
kepuasan kerja serta menggambarkan proses yang menentukan kepuasan kerja bagi
individu.
1. Teori
Ketidaksesuaian.
Menurut Locke kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek pekerjaan tergantung
pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa
yang diinginkan. Jumlah yang “diinginkan” dari karakteristik pekerjaan
didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
anda. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi
yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin
banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya, Jika
lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara minimal dan
kelebihannya menguntungkan (misalnya : upah ekstra, jam kerja yang lebih lama)
orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah
yang diinginkan. Proter mendefiniskan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya
sesuatu yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini
pada dasarnya sama dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” menurut
Locke berarti penekanan yang lebih banyak pada pertimbangan-pertimbangan yang
adil dan kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan karena determinan dari banyaknya
faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Laler menemukan bahwa
para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut bagaimana
kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa orang
memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada
“cara yang terbaik” yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja. Kesimpulannya
teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi yang diinginkan dengan
kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara keinginan dan
kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang menjadi tidak puas.
Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata
sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.
2. Teori
Keadilan (Equity Theory).
Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja akan
menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjannya. Teori
ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan variasi dari teori
proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah “input”,
„hasil”, „orang bandingan” dan „keadilan dan ketidak adilan‟. Input adalah
sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya,
seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan,
jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan
untuk pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang
pekerja yang diperoleh dari pekerjaanya, seperti : upah/gaji, keuntungan
sampingan, simbul status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau
ekspresi diri. Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan
hasilnya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang
bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi 29
maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan
pekerjaanpekerjaan pendahulunya. Teori ini tidak memerinci bagaimana seorang
memilih orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan.
Jika rasio hasil : input seorang pekerja adalah sama atau sebanding dengan
rasio orang bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para
pekerja. Jika para pekerja menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka
keadaan ketidakadilan dianggap adil. Ketidakadilan merupakan sumber ketidak
puasan kerja dan ketidak adilan menyertai keadaan tidak berimbang yang menjadi
motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan. Tabel berikut ini
merinci kondisi-kondisi dimana ketidakadilan karena kompensasi lebih, dan
ketidakadilan karena kompensasi kurang, menganggap bahwa input total dan hasil
total dikotomi pada skala nilai sebagai „tinggi” atau „rendah”. Tingkat
ketidakadilan akan ditentukan atas dasar besarnya perbedaan antar rasio hasil :
input seseorang pekerja dengan rasio hasil : input orang bandingan, dianggap
semakin besar ketidakadilan. Teori keadilan memiliki implikasi terhadap
pelaksanaan kerja para pekerja disamping terhadap kepuasan kerja. Teori ini
meramalkan bahwa seorang pekerja akan mengubah input usahanya bila tindakan ini
lebih layak daripada reaksi lainnya terhadap ketidakadilan. Seorang pekerja
yang mendapat kompensasi kurang dan dibayar penggajian berdasarkan jam kerja
akan mengakibatkan keadilan dengan menurunkan input usahanya, dengan demikian
mengurangi kualitas atau kuantitas dari pelaksanaan kerjanya, Jika seorang
pekerja mendapatkan kompensasi kurang dari porsi substansinya gaji atau upahnya
terkait pada kualitas pelaksanaan kerja (misalnya upah perpotong) ia akan
meningkatkan pendapatan insentifnya tanpa meningkatkan usahanya. Jika
pengendalian kualitas tidak ketat, pekerja biasanya dapat meningkatkan
kuantitas outputnya tanpa usaha ekstra dengan mengurangi kualitasnya.
Kesimpulannya teori keadilan ini memandang kepuasan adalah seseorang terhadap
keadilan atau kewajaran imbalan yang diterima.
3. Teori
Dua Faktor.
Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas
penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah perusahaan
di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji hubungan
kepuasan dengan produktivitas. Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001)
mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang
motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang
disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara
(maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong
seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut
(kondisi intrinsik) antara lain:
a.
Prestasi
yang diraih (achievement),
b.
Pengakuan
orang lain (recognition),
c.
Tanggungjawab
(responsibility),
d.
Peluang
untuk maju (advancement),
e.
Kepuasan
kerja itu sendiri (the work it self),
f.
Kemungkinan
pengembangan karir (the possibility of growth).
Sedangkan
faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan
faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan
karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini
juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat
pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor
ekstrinsik, meliputi:
a.
Kompensasi,
b.
Keamanan
dan keselamatan kerja,
c.
Kondisi
kerja,
d.
Status,
e.
Prosedur
perusahaan,
f.
Mutu
dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman, sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
Kesimpulannya
dalam teori dua faktor bahwa terdapat factor Pendorong yang berkaitan dengan
perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa kepuasan kerja, dan yang
kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja
adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, sebaliknya
ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan anggota organisasi dan
menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan dengan lingkungan.
Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaanya akan memiliki sikap yang positif
dengan pekerjaan sehingga akan memacu untuk melakukan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya, sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang buruk, bekerja
kurang bergairah, serta prestasi yang rendah. Karyawan akan merasa puas bekerja
jika memiliki persepsi selisih antara kondisi yang diinginkan dan kekurangan
dapat dipenuhi sesuai kondisi aktual (kenyataan), karyawan akan puas jika
imbalan yang diterima seimbang dengan tenaga dan ongkos individu yang telah
dikeluarkan, dan karyawan akan puas jika terdapat faktor yang pencetus kepuasan
kerja (satisfier) lebih dominan daripada faktor pencetus ketidakpuasan kerja
(disatisfier).
2.6 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Dalam
suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan melalui berbagai cara,
Robins and Judge (2009) menerangkan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain
dalam 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan
sebagai berikut :
1.
Exit, Ketidakpuasan ditunjukkan
melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari
posisi baru atau mengundurkan diri.
2.
Voice, Ketidakpuasan ditunjukkan
melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk
aktivitas perserikatan.
3.
Loyalty, Ketidakpuasan ditunjukkan
secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki,
terma¬suk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan
mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.
4.
Neglect, Ketidakpuasan ditunjukkan
melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk
kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan
meningkatkan tingkat kesalahan.
2.7
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasaan kerja adalah :
1.
Balas
jasa yang adil dan layak.
2.
Penempatan
yang tepat sesuai dengan keahlian.
3.
Berat
ringannya pekerjaan.
4.
Suasana
dan lingkungan pekerjaan.
5.
Peralatan
yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
6.
Sikap
pimpinan dalam kepemimpinannya.
7.
Sifat
pekerjaan monoton atau tidak.
Kepuasan
kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinan.
Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan, karena
karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijaksanan
perusahaan. Kepemimpinan otoriter mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan.
Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral kerja, kedisiplinan dan
prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
2.8 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
Aspek aspek Kepuasan
kerja adalah sebagai berikut:
1.
Aspek
Psikologis yang berhubungan dengan kejiwaandan minat, ketentraman kerja dan
sikap kerja, bakat dan ketrampilan dari karyawan.
2.
Aspek
social berhubungan dengan interaksi social baik antar sesame karyawan maupun
antar karyawan yang berbeda jenis kerja serta hubungan dengan anggota keluarga.
3.
Aspek
fisi berhungbungan dengan kondisi tubuhnya meliputi juga jenis pekerjaanya
pengaturan kerja, pengaturan waktu istirahat dan keadaan ruangan, kondisi
kesehatan dan umur.
4.
Aspek
Finasial berhubungan dengan jaminan ddan kesejatheraan yang melipti system
besaran gaji, jaminan social, tunjangan faislitas dan promosi.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Motivasi
bukan hanya dapat diberikan untuk menyemangati diri sendiri atau orang di
sekitar kita, tetapi juga dapat diberikan kepada para karyawan untuk
mengembangkan rasa semangat dalam berproduktivitas. Dengan adanya motivasi baik
itu berupa uang sebagai gaji ataupun penghargaan berupa penganggapan terhadap
apa yang terlah dicapai oleh seorang karyawan dalam pekerjaannya.
Dengan
adanya motivasi yang diberikan menajer kepada bawahannya, itu akan mendorong
bawahan untuk menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sebaliknya, jika
seorang manajer tidak member penghargaan apapun kepada bawahannya sedangkan
bawahannya tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, maka semangat
kerja bawahannya tersebut sedikit demi sedikit akan menurun dan akan berakibat
juga pada proses produktivitas.
sikap
adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau
berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi
obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga
memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap
obyek atau situasi.
Kepuasan
Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang
timbul berdasarkan penilaian terhadap situas kerja.tersebut dapat
dilakukan terhadap salah satupekerjaannya,penilaian dilakukan sebagai rasa
menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan.
Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak
menyukainya.
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Erlangga.
Susilo Martoyo,
1992. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: BPFE
Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi: Bumi Aksara
Tidak ada komentar: